Saat Hujan Sore Ini

Memasukkan notebook ke dalam tas. Derai demi derai, selalu mencoba saling mendahului. Hujan sore ini, membuat berbagai rasa, ada yang marah, bahagia, sedih, tenang, ada yang perduli ada yang sama sekali tidak perduli. Pandanganku masih terbuang menembus kaca pada jalanan yang basah, etalase toko yang hampir penuh mereka yang berteduh, tukang parkir yang tidak memperdulikan hujan mengarahkan mobil-mobil yang hendak keluar. Demi beberapa rupiah. Masih, masih ada yang tidak perduli dengan hujan. Disana seorang yang tak bermantel dan tak berpayung keluar dari toko, menyebrang jalan. Yah, kearah ku. Kearah caffe tempatku duduk dibalik kaca, yang masih termenung dengan choco caramel late hangat. Tidak sedikitpun dia berlari kecil menghindari hujan. Tidak perduli hujan, tidak takut basah, atau sebaliknya dia ingin menikmati derai demi derai sore ini? Aku masih dengan pertanyaan-pertanyaanku tentang dia, mereka dan hujan. Agak lama kemudian…

“sudah lama?”


Aku menoleh, seorang tadi itu berdiri di sebelah sofaku


“hah?lama?” tanyaku lirih menatapnya


“sudah lama melamun disini?” tanyanya lagi

Diam. Masih tertuju pada pria berkemeja garis lembut biru putih yang cukup basah itu. Hanya mataku yang hanya mampu bertanya dan jantungku, tiba-tiba mulai berdetak cepat.

“Boleh saya duduk disini?”


Diam. Menoleh kesana kemari ke berbagai sudut caffe menemukan beberapa orang dan beberapa sofa yang masih kosong. “Apa dia tidak salah orang?” dalam hati


“yah silakan..”aku coba tidak perduli, seperti dia yang tidak perduli basah, tidak perduli hujan.


Dia duduk dihadapanku. Aku kembali membuang pandangan keluar, walau hati masih sedikit cemas. Pertanyaanku bukan lagi tentang hujan dan mereka yang ada diluaran sana tapi ada pada seorang yang didepanku ini“ada apa, kenapa, ngapain orang ini?”.


“mas kenal saya?”aku mematikan rasa penasaran


“belum…”jawabnya tenang lalu


“Silakan ini vanilla lattenya mas”


Setelah pelayan caffe pergi


Gila rasa penasaranku makin tinggi. Kenapa jadi aku yang perduli.


“suka menulis mbak?”


“hah?”


“itu buku sama pensil dipangkuan embak?”


“hah ini…?”langsung aku pindahkan buku dan pensilku ke sofa “mmm….”ahh dasar bodoh aku ini. Mau bicara saja sulit. Tapi jika yang keluar dari mulutku ini sembarangan maka aku juga akan keliatan tampak bodoh.


Tiba-tiba dia mengambil tissue dan..


“boleh pinjam pensilnya?”

Aku hanya mengangguk dan kusodorkan pensilku. Dia menuliskan sesuatu…melipatnya, dan tidak lama dia berikan tissue itu…dia tersenyum. Duuuh pake acara senyum segala, jadi tambah deg degan.


aku buka lipatan tissue itu…dan…


http://*****.blogspot.com


Dia...??? Rasanya aku ingin menggelosor ke bawah kursi. Tapi hanya bisa tertunduk lemas. aku tidak berani, aku menyerah, kalah. Sama matanya. Dia yang pertama mengomentari postingan saya hari ini. Postingan sewaktu gerimis tadi yang saya tulis di caffe ini


Sudut pL caffe yogyakarta 8 juni 2010


“Saya tau kamu, gelang merah muda itu kan yang pernah kamu ceritakan sebelumnya?”


Aku melihat gelang kenangan yang lumayan norak tapi tetap kupakai itu, yang siapa saja jika melihat, pasti akan bilang tidak cocok dengan kulitku.

“Prima…”dia mengulurkan tangan
“Dita..” kujabat tangannya
“Senang ketemu kamu”

dia tersenyum
dan aku..

Mati sudah penasaranku…*blushing*